“Sebagai bentuk antisipasi, kami menyarankan kepada seluruh PA, KPA, PPK dan Pokja disetiap OPD. Agar tidak takut menolak pemborong titipan oknum anggota DPRD. Terkecuali kalau ingin ikut celaka dengan menanggung konsekuensi hukum,”
FOKUS BERITA KARAWANG – Terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan (APBN) dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2025 menyasar pada belanja APBN dan APBD yang dianggap tidak begitu penting.
Sehingga Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi (Pemprov), Pemerintah Kabupaten (Pemkab) dan Pemerintah Kota (Pemkot) diseluruh Indonesia harus sebisa mungkin merasionalisasi anggaran. Tak terkecuali untuk belanja pembangunan.
Tapi khusus belanja pembangunan untuk infrastruktur tidak begitu signifikan. Karena infrastruktur seperti jalan, jembatan, drainase saluran pengairan dan lain sebagainya merupakan kebutuhan dasar publik.
Berkaitan dengan pembangunan infrastruktur, itu terbagi menjadi dua usulan. Pertama hasil dari Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang), dan yang kedua adalah dari hasil reses anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Meski demikian, khusus Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Jabar) yang saat ini dipimpin oleh Gubernur Dedi Mulyadi, mulai memproteksi secara ketat penggunaan APBD I Jabar. Semisal dana bantuan hibah yang bersumber dari usulan Pokok Pikiran anggota DPRD Jabar mulai dievaluasi. Bahkan Kang Dedi Mulyadi (KDM) sapaan akrabnya tak segan – segan menyindir dengan sebutan mafia hibah.
Tak terkecuali dengan program Pokir DPRD Karawang, Wakil Ketua Laskar Merah Putih Markas Daerah Jawa Barat (Waketu LMP Mada Jabar), Andri Kurniawan mewanti – wanti, supaya pihak eksekutif, dalam hal ini Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karawang, agar berhati – hati dalam menyikapi program pembangunan yang bersumber dari usulan Pokir DPRD. Minggu, (4/5/2025).
“Karena LMP Mada Jabar sudah mulai mendeteksi kembali adanya kasak kusuk pengurusan pembagian proyek Pokir, yang diduga dilakukan oleh beberapa oknum terduga anggota DPRD Karawang. Masih menggunakan gaya lama, dimana terduga oknum legislator menunjuk calon penyedi jasa untuk mengerjakan kegiatan pembangunan Pokirnya,” Urainya
“Padahal berdasarkan ketentuan anturan, seperti yang kita ketahui bersama. Bahwa legislatif tidak memiliki otortitas dan kompetensi untuk menentukan calon penyedia jasa. Karena itu merupakan otoritas mutlak eksekutif. Ketika adanya intervensi, apa lagi adanya dugaan jual beli dengan sistem fee Pokir, sudah dapat dipastikan itu merupakan tindakan pidana,” Tegas Andri
Lebih lanjut, Andri menjelaskan, “Kuncinya ada dipihak eksekutif. Bilamana Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang terdapat program Pokir bertahan, tidak bisa diajak kompromi, tentu tidak akan terjadi. Karena perlu diingat, kalau sampai terjadi, bukan hanya oknum legislator dan pemborong saja yang harus menanggung konsekuensi hukum,”
“Dari mulai Pengguna Anggaran (PA), Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), hingga Kelompok Kerja (Pokja) akan kena! Karena kasus hukum soal Pokir DPRD, belum lama ini terjadi di Ogan Kimering Ulu (OKU), Sumatera Selatan,” Ungkapnya
“Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan 6 orang tersangka dalam kasus suap proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten OKU, Sumatera Selatan seusai Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Sabtu, 15 Maret 2025 lalu,” Ujar Andri
“Memang hampir mayoritas usulan Pokir berada pada Dinas teknis seperti PUPR, dan sisanya tersebar dibeberapa OPD lainnya. Begitu juga di Kabupaten Karawang. Berdasarkan data yang LMP himpun, komposisi dan porsi usulan berada pada Dinas PUPR,” Ungkapnya
Masih kata Andri, “Oleh karenanya, LMP Mada Jabar sudah membentuk tim khusus untuk mengawasi jalannya proses pembangunan dari usulan Pokir DPRD Karawang. Nanti akan ada tim yang stad by dibeberapa OPD. Jika ditemukan ada pemborong yang memang titipan oknum anggota legislatif? Kami tidak akan segan – segan untuk menindak lanjutinya langsung ke Aparat Penegak Hukum (APH), agar segera dapat diproses hukum,”
“Sebagai bentuk antisipasi, kami menyarankan kepada seluruh PA, KPA, PPK dan Pokja disetiap OPD. Agar tidak takut menolak pemborong titipan oknum anggota DPRD. Terkecuali kalau ingin ikut celaka dengan menanggung konsekuensi hukum,” Pungkasnya.
Penulis : Pan